Sabtu, 24 April 2010

Dahlan Iskan: Susu Sapi Bukan untuk Manusia
Written by Dokter Sehat
Monday, 18 May 2009 08:15 -
DokterSehat-Tidak ada makhluk di dunia ini yang ketika sudah dewasa masih minum susu
-kecuali manusia. Lihatlah sapi, kambing, kerbau, atau apa pun: begitu sudah tidak anak-anak
lagi tidak akan minum susu. Mengapa manusia seperti menyalahi perilaku yang alami seperti
itu?
“Itu gara-gara pabrik susu yang terus mengiklankan produknya,” ujar Prof Dr Hiromi Shinya,
penulis buku yang sangat laris: The Miracle of Enzyme (Keajaiban Enzim) yang sudah terbit
dalam bahasa Indonesia dengan judul yang sama. Padahal, katanya, susu sapi adalah
makanan/minuman paling buruk untuk manusia. Manusia seharusnya hanya minum susu
manusia. Sebagaimana anak sapi yang juga hanya minum susu sapi. Mana ada anak sapi
minum susu manusia, katanya.
Mengapa susu paling jelek untuk manusia? Bahkan, katanya, bisa menjadi penyebab
osteoporosis? Jawabnya: karena susu itu benda cair sehingga ketika masuk mulut langsung
mengalir ke kerongkongan. Tidak sempat berinteraksi dengan enzim yang diproduksi mulut kita.
Akibat tidak bercampur enzim, tugas usus semakin berat. Begitu sampai di usus, susu tersebut
langsung menggumpal dan sulit sekali dicerna. Untuk bisa mencernanya, tubuh terpaksa
mengeluarkan cadangan “enzim induk” yang seharusnya lebih baik dihemat. Enzim induk itu
mestinya untuk pertumbuhan tubuh, termasuk pertumbuhan tulang. Namun, karena enzim
induk terlalu banyak dipakai untuk membantu mencerna susu, peminum susu akan lebih mudah
terkena osteoporosis.
Profesor Hiromi tentu tidak hanya mencari sensasi. Dia ahli usus terkemuka di dunia. Dialah
dokter pertama di dunia yang melakukan operasi polip dan tumor di usus tanpa harus
membedah perut. Dia kini sudah berumur 70 tahun. Berarti dia sudah sangat berpengalaman
menjalani praktik kedokteran. Dia sudah memeriksa keadaan usus bagian dalam lebih dari
300.000 manusia Amerika dan Jepang. Dia memang orang Amerika kelahiran Jepang yang
selama karirnya sebagai dokter terus mondar-mandir di antara dua negara itu.
Setiap memeriksa usus pasiennya, Prof Hiromi sekalian melakukan penelitian. Yakni, untuk
mengetahui kaitan wujud dalamnya usus dengan kebiasaan makan dan minum pasiennya. Dia
menjadi hafal pasien yang ususnya berantakan pasti yang makan atau minumnya tidak
bermutu. Dan, yang dia sebut tidak bermutu itu antara lain susu dan daging.
Dia melihat alangkah mengerikannya bentuk usus orang yang biasa makan makanan/minuman
yang “jelek”: benjol-benjol, luka-luka, bisul-bisul, bercak-bercak hitam, dan menyempit di
sana-sini seperti diikat dengan karet gelang.. Jelek di situ berarti tidak memenuhi syarat yang
diinginkan usus. Sedangkan usus orang yang makanannya sehat/baik, digambarkannya sangat
bagus, bintik-bintik rata, kemerahan, dan segar.
Karena tugas usus adalah menyerap makanan, tugas itu tidak bisa dia lakukan kalau makanan
yang masuk tidak memenuhi syarat si usus. Bukan saja ususnya kecapean, juga sari makanan
yang diserap pun tidak banyak. Akibatnya, pertumbuhan sel-sel tubuh kurang baik, daya tahan
tubuh sangat jelek, sel radikal bebas bermunculan, penyakit timbul, dan kulit cepat menua.
Bahkan, makanan yang tidak berserat seperti daging, bisa menyisakan kotoran yang menempel
di dinding usus: menjadi tinja stagnan yang kemudian membusuk dan menimbulkan penyakit
1 / 3

Dahlan Iskan: Susu Sapi Bukan untuk Manusia
Written by Dokter Sehat
Monday, 18 May 2009 08:15 -
lagi.
Karena itu, Prof Hiromi tidak merekomendasikan daging sebagai makanan. Dia hanya
menganjurkan makan daging itu cukup 15 persen dari seluruh makanan yang masuk ke perut.
Dia mengambil contoh yang sangat menarik, meski di bagian ini saya rasa, keilmiahannya
kurang bisa dipertanggungjawabk an. Misalnya, dia minta kita menyadari berapakah jumlah gigi
taring kita, yang tugasnya mengoyak-ngoyak makanan seperti daging: hanya 15 persen dari
seluruh gigi kita. Itu berarti bahwa alam hanya menyediakan infrastruktur untuk makan daging
15 persen dari seluruh makanan yang kita perlukan.
Dia juga menyebut contoh harimau yang hanya makan daging. Larinya memang kencang, tapi
hanya untuk menit-menit awal.. Ketika diajak “lomba lari” oleh mangsanya, harimau akan cepat
kehabisan tenaga. Berbeda dengan kuda yang tidak makan daging. Ketahanan larinya lebih
hebat.
Di samping pemilihan makanan, Prof Hiromi mempersoalkan cara makan. Makanan itu,
katanya, harus dikunyah minimal 30 kali. Bahkan, untuk makanan yang agak keras harus
sampai 70 kali. Bukan saja bisa lebih lembut, yang lebih penting agar di mulut makanan bisa
bercampur dengan enzim secara sempurna. Demikian juga kebiasaan minum setelah makan
bukanlah kebiasaan yang baik. Minum itu, tulisnya, sebaiknya setengah jam sebelum makan.
Agar air sudah sempat diserap usus lebih dulu.
Bagaimana kalau makanannya seret masuk tenggorokan? Nah, ini dia, ketahuan. Berarti
mengunyahnya kurang dari 30 kali! Dia juga menganjurkan agar setelah makan sebaiknya
jangan tidur sebelum empat atau lima jam kemudian. Tidur itu, tulisnya, harus dalam keadaan
perut kosong. Kalau semua teorinya diterapkan, orang bukan saja lebih sehat, tapi juga panjang
umur, awet muda, dan tidak akan gembrot.
Yang paling mendasar dari teorinya adalah: setiap tubuh manusia sudah diberi “modal” oleh
alam bernama enzim-induk dalam jumlah tertentu yang tersimpan di dalam “lumbung
enzim-induk” . Enzim-induk ini setiap hari dikeluarkan dari “lumbung”-nya untuk diubah menjadi
berbagai macam enzim sesuai keperluan hari itu. Semakin jelek kualitas makanan yang masuk
ke perut, semakin boros menguras lumbung enzim-induk. Mati, menurut dia, adalah habisnya
enzim di lumbung masing-masing.
Maka untuk bisa berumur panjang, awet muda, tidak pernah sakit, dan langsing haruslah
menghemat enzim-induk itu. Bahkan, kalau bisa ditambah dengan cara selalu makan makanan
segar. Ada yang menarik dalam hal makanan segar ini. Semua makanan (mentah maupun
yang sudah dimasak) yang sudah lama terkena udara akan mengalami oksidasi. Dia memberi
contoh besi yang kalau lama dibiarkan di udara terbuka mengalami karatan. Bahan makanan
pun demikian.
Apalagi kalau makanan itu digoreng dengan minyak. Minyaknya sendiri sudah persoalan,
apalagi kalau minyak itu sudah teroksidasi. Karena itu, kalau makan makanan yang digoreng
saja sudah kurang baik, akan lebih parah kalau makanan itu sudah lama dibiarkan di udara
2 / 3

Dahlan Iskan: Susu Sapi Bukan untuk Manusia
Written by Dokter Sehat
Monday, 18 May 2009 08:15 -
terbuka. Minyak yang oksidasi, katanya, sangat bahaya bagi usus. Maksudnya, mengolah
makanan seperti itu memerlukan enzim yang banyak.
Apa saja makanan yang direkomendasikan? Sayur, biji-bijian, dan buah. Jangan terlalu banyak
makan makanan yang berprotein. Protein yang melebihi keperluan tubuh ternyata tidak bisa
disimpan. Protein itu harus dibuang. Membuangnya pun memerlukan kekuatan yang
ujung-ujungnya juga berasal dari lumbung enzim. Untuk apa makan berlebih kalau untuk
mengolah makanan itu harus menguras enzim dan untuk membuang kelebihannya juga harus
menguras lumbung enzim.
Prof Hiromi sendiri secara konsekuen menjalani prinsip hidup seperti itu dengan
sungguh-sungguh. Hasilnya, umurnya sudah 70 tahun, tapi belum pernah sakit. Penampilannya
seperti 15 tahun lebih muda. Tentu sesekali dia juga makan makanan yang di luar itu. Sebab,
sesekali saja tidak apa-apa. Menurunnya kualitas usus terjadi karena makanan “jelek” itu
masuk ke dalamnya secara terus-menerus atau terlalu sering.
Terhadap pasiennya, Prof Hiromi juga menerapkan “pengobatan” seperti itu.. Pasien-pasien
penyakit usus, termasuk kanker usus, banyak dia selesaikan dengan “pengobatan” alamiah
tersebut. Pasiennya yang sudah gawat dia minta mengikuti cara hidup sehat seperti itu dan
hasilnya sangat memuaskan. Dokter, katanya, banyak melihat pasien hanya dari satu sisi di
bidang sakitnya itu. Jarang dokter yang mau melihatnya melalui sistem tubuh secara
keseluruhan. Dokter jantung hanya fokus ke jantung. Padahal, penyebab pokoknya bisa jadi
justru di usus. Demikian juga dokter-dokter spesialis lain. Pendidikan dokter spesialislah yang
menghancurkan ilmu kedokteran yang sesungguhnya.
Saya mencoba mengikuti saran buku ini sebulan terakhir ini. Tapi, baru bisa 50 persennya.
Entah, persentase itu akan bisa naik atau justru turun lagi sebulan ke depan.
Yang menggembirakan dari buku Prof Hiromi ini adalah: orang itu harus makan makanan yang
enak.. Dengan makan enak, hatinya senang. Kalau hatinya sudah senang dan pikirannya
gembira, terjadilah mekanisme dalam tubuh yang bisa membuat enzim-induk bertambah.
Nah….. gan pei!
Sumber
*Koran Jawapos
*Dokter Sehat
3 / 3

Selasa, 22 Desember 2009

makanan organik

makanan organik adalah makanan yang tanpa mengandung sedikitpun bahan-bahan kimia dan makanan organik terdiri atas beberapa jenis tumbuhan yang alami tanpa bahan pengawet atau bahan kimia. untuk lebih detailnya lihat di.www.melilea.com
disamping makanan organik sangat baik bagi tubuh manusia, makanan organik juga dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit modern yang selama ini sangat di takuti masyarakat, dan para dokter medis belum menemukan obat yang cocok untuk penyakit ini. dan dokter medis menyarankan untuk  operasi.

dengan makanan organik selain tubuh kita sehat  juga dapat menyembuhkan segala macam penyakit yang diderita bartahun-tahun yang tiadak ada obatnyanya..
karena makanan organik akan bekerja pada tubuh kita yang sakit atau organ tubuh yang kurang maksimal berproduksi dalam tubuh kita.

makanan organik ini terbuat dari 21 jenis tumbuhan tanaman dan biji-bijian yang di butuhkan oleh organ2 tubuh manusia, di samping bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit dapat juga sebagai pengganti makan kita sehari2 karena setelah kita konsumsi makanan ini perut kita akan kenyang dang tidak perlu makan lag.

selengkapnya di..http://www.klub-melilea.com/?buka=produk